Sabtu, 21 Maret 2015

Antara Bantar Gebang & Perpustakaan

Sampah dan sejuta pesona tentang bau busuk nan menyengat hidung, entah mengapa sampah selalu yang menjadi biang kerok jika banjir menerjang ibu kota, entah mengapa sampah selalu berhasil memenuhi sungai di ibu kota dan entah menngapa kita selalu saja kurang bisa mengolah sampah tetapi hanya bisa membuat sampah.
Namun, jauh diluar sana banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari sampah , seperti para petugas kebersihan di komplek perumahan, pemulung,para pengrajin souvenir seperti tas dari daur ulang limbah sampah ,dsb. Juga mereka yang menggantungkan hidupnya di tempat pembuangan sampah akhir bantar gebang misalnya.
Dari hal yang oleh sebagian orang dianggap sesuatu yang remeh ini saya menemukan secercah cahaya yang bernama motivasi.

"Ya mau bagaimana lagi...", kata itu selalu terucap dari seorang remaja putus sekolah yang terpaksa harus mengubur impiannya entah untuk sementara waktu, atau malah untuk selamanya. Di TPA bantar gebang bekasi inilah dia menghabiskan hari-hari yang melelahkan, jika anak seusianya disibukkan dengan sekolah,les,bergulat dengan tugas dan juga kenakalan khas anak usia belasan tahun. Namun, dia berbeda nasiblah yang membuatnya harus meninggalkan bangku sekolah dan kemudian nasib jugalah yang mengantarkan dia untuk berpeluh disetiap harinya untuk sekedar menyambung hidup di TPA bantar gebang bekasi ini. Dialah kalam seorang anak berusia sekitar 15 tahun yang sudah merasakan kerasnya kehidupan, memeras keringat ditempat yang seharusnya bukan tempatnya untuk beraktivitas.Malam itu profilnya ditayangkan oleh salah satu stasiun tv swasta Indonesia,dia bercerita banyak tentang kehidupannya yang harus bergulat dengan sampah disetiap harinya, tentang penghasilan yang didapatnya setiap hari , entah itu pada saat hari baik dia dapat rezeki yang lumayan sekitar Rp 50.000 dan ketika harinya sedang tidak baik dia hanya dapat penghasilan untuk sekedar menyambung hidup.

Banyak hal dia ceritakan saat itu, seperti pengalamannya memulung pada waktu hujan,juga saat tubuh kecilnya terkena alat berat yang berfungsi untuk mengeruk timbunan sampah, ketika tim peliput bertanya "kemudian kamu obati pakai apa?".Kemudian dengan sekenanya dia menjawab "Saya obati dengan obat warung saja". Sungguh ironis memang di negara yang menurut sejarah sebagai negara yang kaya, untuk berobat saja banyak orang yang tidak mampu.Selain kalam memang masih banyak anak usia belasan yang terebut masa bermain dan belajarnya.Memang harus diakui di Indonesia ada 3 hal penting yang terasa sangat mahal dan bisa dibilang sangat mahal untuk masyarakat pinggiran  yaitu: pendidikan, kesehatan , biaya hidup.Kalam adalah salah satu yang merasakan bagaimana bangun pagi bertemu sampah, aktivitas juga bersama sampah, makan bau sampah dan sampai ketika dia hendak merebahkan badanpun masih terasa aroma sampah, namun demikian ada sebuah hal yang sangat diinginkan ada suatu impian sederhana yang diidamkan pada setiap do'a dia hanya berharap untuk bisa bersekolah kembali dan ingin merubah kehidupannya dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki supaya kehidupan menjadi lebih baik.


Berkebalikan dengan cerita kalam yang bergelut dengan sampah, akhir-akhir ini ada sedikit hal yang berbeda dalam hidup saya, iya saya menjadi agak rajin untuk mengunjungi perpustakaan.Seperti sore itu, tak biasanya saya menghabiskan sore untuk mencari referensi tentang tugas akhir saya.Menyusuri tumpukan buku-buku yang berjajar rapi pada rak kayu nan kokoh berwarna coklat ,disebelah pintu masuk lantai dua tepatnya dan langsung menuju deretan rak buku favorit (sebenarnya buku favorit saya adalah sejarah hehehe...) dan dengan tujuan utama mencari referensi tentang micro controller, sebuah hal yang kecil terjadi, saya menjumpai 2 anak usia SMK sedang asyik diskusi mencari sebuah buku,awalnya saya acuh dengan mereka karena saya juga sedang asyik dengan misi mencari buku, namun kemudian setelah hampir 15 menit buku yang saya cari tak kunjung saya dapati dan mulai bosan.Sambil mendengar kebingungan 2 adik kecil tadi  saya beranikan diri untuk menegur mereka "cari apa dek?", kemudian mereka menjawab dengan nada kebingungan sambil mencari buku tentang database " cari buku tentang databse mas, kami lagi dihukum cari buku tentang database dan aplikasinya soalnya tadi kami ribut waktu diterangin sama pak guru dan dihukum buat nyari buku deh!" .Kebetulan waktu itu saya memang tidak mendapatkan buku tentang microcontroller yang saya cari ,namun justru mendapat buku tentang pemrograman web dengan PHP Mysql, kemudian kami ngobrol sebentar " pake ini saja ini buku lumayan sederhana dan contoh aplikasinya bagus, disertai dengan candaan ringan khas anak SMK obrolan kami berlangsung seru, saya berfikir dengan ilmu yang saya dapat dari bangku kuliah dan bahkan dalam perkuliahan pun seringnya saya kurang begitu "beruntung" dengan database karena seringnya mendapatkan error,program tidak jalan,banyak debbug,dsb dalam membuat suatu aplikasi database namun,ketika bertemu dengan dua adik kecil ini saya jadi tau bahwa sekecil apapun imu yang kita dapat asal bisa ditransfer kepada orang lain yang membutuhkan maka ilmu itu insya ALLAH bisa bermanfaat meskipun sedikit.Kemudian dari kejadian ini saya bertekad untuk lebih giat berlatih untuk desain web,database (dengan bermacam soft ware), juga microcontroller.Obrolan sore hari itu ditutup dengan "makasih ya mas" dan saya jawab dengan suatu yang simpel " iya sama-sama dan jangan ribut sendiri lagi sewaktu guru menerangkan" mereka menimpali dengan senyum dan berkata "iya mas", kemudian berlalu. 

Tidak banyak memang kesempatan untuk bertemu dengan hal-hal yang unik seperti ini dan juga melihat kisah si kalam yang harus berjuang dengan bertarung melawan sampah di TPA bantar gebang dan oya ada satu lagi hal yang menurut saya menarik di perpustakaan ini yaitu tentang keluhan dari ibu yang bekerja sebagai PNS pada perpustakaan ini karena hal yang berkaitan dengan jadwal lembur yang pada saat itu dia berkeluh kesah adalah karena teman sekantornya tidak tertib dalam mengelola jadwal lembur yang jika dibandingkan dengan kehidupan kerasnya kalam melawan dunia sampah belumlah seberapa , bekerja di tempat yang bersih dengan ruangan yang ber AC ada televisi LCD yang menempel di tembok juga dispenser yang sewaktu-waktu jika ditekan bisa keluar air dan langsung diminum tanpa mengeluarkan biaya alias free dan jika dibanding dengan kehidupan kalam yang penghasilan hariannya hanya cukup untuk menyambung hidup, jika sakit berobat sendiri, makan di warung juga harus bayar sendiri dan yang lebih mengiris hati adalah dari hasil kerjanya adalah impiannya untuk melanjutkan sekolah harus ditundanya entah sampai kapan.

Ada hal yang perlu kita perhatikan hidup dalam perjuangan di negara yang ekstra mahal ini kita dituntut untuk terus berjuang dan bekerja keras disertai untaian do'a , sikap mental yang kuat, jiwa yang mau berbagi walaupun skill masih pas-pasan dan semangat pantang menyerah pantang kalah, selalu bersyukur dalam keadaan senang dan susah, selalu bangkit berjuang dan pantang mengeluh pantang menyerah jika sedang diberi cobaan atau ujian.

Kita mungkin masih 100 tahun cahaya dari merdeka tapi api perjuangan di hati orang-orang yang baik akan hidup selamanya , jangan pernah menyerah merdeka itu ada!.

Cheer's
~PJX~